Tanda Mata Manis untuk Ruth Sahanaya

06 October 2016

Tanggal 30 September selalu istimewa bagi seorang Glenn Fredly. Tak hanya karena di hari itu dirinya berulang tahun, tapi juga karena beberapa tahun terakhir ini Glenn selalu mempersembahkan sesuatu yang kreatif di sekitaran tanggal tersebut. Jika di tahun lalu Glenn mengadakan konser keliling Indonesia sebagai bentuk selebrasi 20 tahun dirinya berkarya di belantika musik Indonesia, maka tahun ini yang dilakukannya adalah sesuatu yang tiap postingan di sosmednya selalu dibubuhi hashtag “G30S”--alias #Glenn30September atau #Glenn30Sahanaya. Ah, playfully provocative as always, Sir! Jadi tepat 30 September 2016 lalu digelarlah sebuah konser bertajuk “Konser Tanda Mata Glenn Fredly untuk Ruth Sahanaya”, sebuah konser yang digagas Glenn tak hanya sebagai peringatan 30 tahun Mama Uthe berkarya di industri musik Indonesia tapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap Ruth Sahanaya, yang tak lain tak bukan adalah salah satu penyanyi paling berpengaruh di Tanah Air.

Selama kurang lebih 4 jam, penonton Balai Sarbini dihibur oleh sederetan musisi terbaik negeri ini antara lain Barry Likumahuwa, Yovie Widianto, Yura Yunita, Monita Tahalea, Maruli Tampubolon, Bob Tutupoly, Pandji Pragiwaksono, hingga tentunya Glenn sendiri. Keterlibatan musisi dari lintas generasi ini menjadi poin menarik karena memang salah satu semangat utama Glenn saat menggagas konser ini adalah untuk mengajak generasi muda sekarang untuk aware dan respect terhadap generasi awal musik Indonesia. Berbagai macam musisi baru yang lahir dan mengusung beragam genre menjadikan ekosistem musik Indonesia jadi makin sehat, seiring dengan hal ini maka apresiasi terhadap musik bagus karya anak bangsa juga harus ditingkatkan. Maka dari itu, agar bisa dinikmati semua generasi--melintas batas antara talenta segar dan yang telah lebih dulu hadir--perlu diadakan sebuah konser yang dapat menjadi ‘penanda’.

Lantas, kenapa harus Ruth Sahanaya? Karena dedikasi, kualitas karya, dan prestasinya yang sudah tak perlu diragukan lagi. Sejak awal merilis album pertama sebagai solois “Seputih Kasih”(1987), sebagai bagian dari 3 Diva (bersama Titi DJ dan Krisdayanti), hingga sebagai duo bersama Titi DJ dengan mengusung bendera Truth, kualitas karyanya tak pernah melempem sedikitpun, sebuah konsistensi yang patut dicontoh tentunya.

Selain itu, secara pribadi ternyata Ruth Sahanaya adalah sosok yang sangat menginspirasi seorang Glenn Fredly. Glenn bahkan sempat bercerita bahwa dulu dirinya sempat ‘menonton’ konser Ruth Sahanaya dari luar karena tidak punya uang untuk beli tiket. Tapi justru dari situlah Glenn punya mimpi suatu saat akan membuatkan konser untuk Mama Uthe; and this year, that dream came to life.

 

Merayakan Musik dari Segala Sisi

 

Area konser di Balai Sarbini tampak sudah mulai ramai sejak sore. Tiket konsernya ‘Ruth Sahanaya banget’ karena kelas-kelas tiket yang ada diberi nama sesuai lagu-lagu Mama Uthe, ada kelas Pesta, kelas Amburadul, dan ada kelas Astaga(yang paling mahal nih hehe). Selain itu atmosfer ‘tanda mata’ juga sangat terasa sejak memasuki Balai Sarbini--tak hanya soal tanda mata dari seniman satu untuk seniman lainnya, tapi juga untuk siapapun yang hadir. Dekat pintu masuk, penonton disambut oleh visual art berupa komik tentang Glenn dan mama Uthe hasil garapan Hari Prast, yang langsung jadi sasaran empuk foto-foto para penonton yang hadir.

Geser sedikit dari sana, penonton yang hobi ‘jajan rock’ bisa khilaf sejenak di lapak rilisan fisik langganan Glenn yang ‘pindahan sementara’ ke venue konser dari Blok M. Lapak ini bukan lapak records store sembarangan, karena lapak inilah yang membantu Glenn mengumpulkan album-album lamanya Mama Uthe(yang sudah sangat sulit dicari bentuk fisiknya di pasaran!). Tidak adanya katalog lagu-lagu lama Ruth Sahanaya di digital store juga turut membuatnya resah, bagaimana generasi sekarang bisa mengapresiasi karya-karya lawas musisi Indonesia jika aksesnya tidak ada? Glenn amat sangat berterimakasih pada teman-teman dari Blok M ini, karena tanpa mereka maka mustahil album-album tersebut bisa didapatkan. Hebatnya lagi, nggak cuma bantuin nyari album fisiknya, tapi teman-teman dari Blok M ini juga membuatkan kolase kliping berita terkait Mama Uthe juga lho! Totalitas!

Puas melihat-lihat ‘teras’ venue yang mengasyikkan, tim Merdeka geser masuk ke dalam ruang pertunjukan. Berkapasitas sekitar 1500-an penonton, terpantau banyak public figure yang turut menyaksikan konser ini, mulai dari Sandy Sondoro, Lala Karmela, sampai Harvey Malaihollo. Sebelum konser dimulai sekitar pukul 20.30 WIB, layar panggung menampilkan video-video yang memaparkan perasaan dan koneksi yang dirasakan tokoh-tokoh lintas generasi terhadap musiknya Mama Uthe. Ada Endah N Rhesa, Andien, Indro Warkop, Tompi, hingga Once Mekel yang turut memberi testimoninya.

Lewat sedikit dari 20.30 WIB, akhirnya konser dimulai! Dibuka dengan tembang party starter “Goyang Suka-suka”, Glenn tampak grogi sampai sempat lupa lirik. Akhirnya lagu ini diulang sekali lagi agar bisa tersampaikan ke penikmat musik dengan sempurna. “Anggep aja ini kita latihan,”ujarnya. Glenn mengaku dia grogi berat karena ada seorang yang sangat menginspirasinya duduk di depannya--yup, di front row ada Mama Uthe dan keluarga! Seakan ‘bayar hutang’, Glenn tampil maksimal di “Goyang Suka-suka” jilid 2, plus makin membakar penonton untuk bangun dari kursi masing-masing dan berdansa bersama(sampai akhirnya penonton mulai kelelahan joget dan satu persatu kembali duduk, Harvey Malaihollo terpantau menjadi salah satu yang paling bersemangat dan tetap asik bergoyang di tempat). “Pertama saya buka dengan kesalahan, dan ini adalah kesalahan yang luar biasa. Yang paling penting adalah di depan Ruth Sahanaya,” tambah Glenn.

Lagu-lagu yang dibawakan malam itu diambil dari 7 album Mama Uthe. Menariknya, selain menceritakan tentang Ruth Sahanaya sebagai seorang musisi, di konser ini orang-orang dibalik layarnya pun disebut satu-persatu, diapresiasi secara sama rata. Mulai dari manager, desainer sampul, penulis lagu, sound engineer, penata rias...literally everyone who’s involved in the process.

Konser berlanjut dengan performa harmonis dari Yura yang berduet dengan Rega Dauna, harmonicists muda Tanah Air. Permainan piano dan suara lembut Yura berpadu manis dengan permainan harmonika Rega, menjadikan lagu “Ingin Kumiliki” terdengar segar tanpa mengurangi esensi aslinya.

Kolaborasi Andi Riyanto, Mus Mujiono, dan Monita Tahalea membawakan “Ada(Dalam Dirimu)” pun langsung disambut standing ovation dari Mama Uthe dan Jeffry Waworuntu, sang suami. Penampil selanjutnya makin bikin teriak minta ampun, ibarat tokoh komik maka ini adalah The Avengers : 4 musisi sakti bersatu, yaitu Tjut Nyak Deviana Daudsjah, Oele Pattiselano, Bob Tutupoly, dan Margie Segers. Empat living legends ini membawakan lagu ciptaan mendiang Chrisye untuk Ruth Sahanaya, “Selamanya”. Persahabatan musikal keduanya sempat disinggung sebelum lagu ini dibawakan, dan ternyata lagu ini berbicara tentang persahabatan, bukan tentang romansa cinta. Mama Uthe tampak terus berdiri selama lagu ini dibawakan, seakan terhanyut dalam memori indah bersama mendiang Chrisye selama hidupnya. Standing applause dari penontonpun tak terhindarkan di ujung lagu.

By the way, om Bob Tutupoly yang tampak masih sesegar era Tembang Kenangan dulu ternyata telah berusia 77 tahun lho! Dan beliau tetap bisa menghadirkan performa vokal yang prima. Hal ini sampai membuat Margie Segers, biduanita jazz senior yang notabene berada di generasi setelah om Bob, merasa bangga dan terharu. Baginya, ketika hingga kini semua orang masih mengingat dan mengenal sosok Bob Tutupoly, itu adalah suatu pencapaian tersendiri yang tentunya tak mudah untuk bisa sampai ke titik itu. Maka dari itu, Margie berpesan kepada penyanyi-penyanyi sekarang untuk ‘respect the older’.

Bicara soal menghormati pendahulu kita, om Bob ternyata memiliki catatan tersendiri mengenai hal ini. “Bisa lah ditulis “Where Are They Now”, atau apa yang dilakukan mereka sekarang. Jangan nanti ketika meninggal baru ditulis di media,” ujar om Bob. Sungguh teguran yang menyentil, apalagi mengingat kebiasaan kita yang seringkali baru ramai membahas sesuatu saat yang bersangkutan telah tiada. Tentu kita masih ingat kartunis kesayangan anak-anak dari masa ke masa, drs. Suyadi alias Pak Raden. Di saat-saat terakhirnya beliau sempat kesulitan mematenkan karya-karyanya. Baru setelah meninggallah berita tersebut tersebar luas di khalayak ramai. Om Bob termasuk yang menyayangkan hal ini, dan berharap untuk lebih ‘diapresiasi’ alih-alih ‘dihormati’ secara harfiah.

Selain kawan-kawan musisi, Glenn juga menggandeng beberapa kawan seniman dari medium yang berbeda untuk juga ikut memeriahkan Konser Tanda Mata. Ada aktor Lukman Sardi dan Chicco Jerikho serta produser film Mira Lesmana yang turut ambil bagian di konser tribute ini. Dan Glenn tidak sembarang pilih talent, karena ketiga sosok ini juga punya keterkaitan dengan Mama Uthe. Lukman Sardi misalnya, di lagu “Memori” maestro biola Idris Sardi(ayahanda Lukman)-lah yang bertindak sebagai pemain biolanya. Chicco menjadi pemeran video klip “Malaikat Hati”, dan MirLes ternyata sempat menyumbang lirik di salah satu lagu Mama Uthe.

Di konser Tanda Mata ini pula lah lagu “Tanda Mata” pertama kali dibawakan Glenn Fredly secara live di hadapan publik. Di lagu ini Glenn sempat tak kuasa menahan haru karena akhirnya bisa mempersembahkan konser impiannya untuk sang inspirator, dan membawakan lagu yang diciptakan spesial untuk sang inspirator tersebut tepat di hadapan beliaunya langsung, yaitu Ruth Sahanaya herself. Suasana menjadi makin syahdu saat lagu “Terlalu Indah” berkumandang. Glenn menyampaikan bahwa sebetulnya ia hendak mengajak mendiang Mike Mohede untuk membawakan lagu ini, namun Tuhan berencana lain, Mike lebih dulu dipanggil oleh-Nya. Ini menjadi momen yang menyentuh bagi banyak musisi karena Mike adalah sosok yang sangat bersahabat bagi semua orang. Lagu “Terlalu Indah” ini pun akhirnya menjadi suatu persembahan musikal spesial untuk Mike Mohede, yang dibawakan oleh sejumlah musisi yang juga merupakan teman-teman Mike, antara lain Widy “Vierratale”, Matthew Sayersz, dan Glenn sendiri.

Tembang-tembang sakti macam “Bawa Daku Pergi”, “Tak Kuduga”, dan tentunya “Astaga” tentu saja tak kelewatan dibawakan. Dan di penghujung acara, tepatnya setelah lagu “Kaulah Segalanya”giliran sang konseptor yang mendapat kejutan--there’s a birthday surprise for Glenn Fredly! Konserpun akhirnya kelar dengan satu info yang ‘ekstrak kulit manggis’ banget--kabar gembira untuk kita semua : “Konser Tanda Mata akan ada setiap tahunnya!” Ini sungguh merupakan kabar baik karena memang ada begitu banyak talenta musik di Indonesia yang berkualitas, selain itu konser ini juga dapat menjadi media yang menyenangkan untuk berbagi wawasan budaya negara kita, termasuk mengenai musik Indonesia itu sendiri.

Bagi Glenn sendiri konser ini menjadi salah satu bentuk tanggung jawabnya. Menurutnya, generasi penerus musisi Indonesia adalah tanggung jawab generasi musisi sebelumnya, maka dari itu Glenn pun turut merasa berkeharusan untuk ‘mencontohkan’ standar kualitas yang mumpuni untuk kelak diikuti--bahkan dilampaui--generasi-generasi selanjutnya. Dan seperti sudah sejak awal ditekankan oleh Glenn sendiri, bahwa konser ini bukanlah konser Glenn dan konser ini bukanlah untuk Ruth Sahanaya seorang, melainkan untuk ekosistem musik Indonesia. Karena dibalik sukses musisi pasti ada ekosistem yang sehat, dimana ekosistem itu terdiri dari penonton, musisi pendukung, sponsor, roadies, media dan masih banyak lagi. Bagaimana tiap nama yang terlibat di ke-7 album Mama Uthe dibacakan satu-persatu seakan semakin menggaris bawahi apresiasi bagi pahlawan-pahlawan di balik layar, betapa semua ini tak akan berjalan sukses tanpa adanya support dari satu sama lain.

Kabar baik lainnya dari konser yang telah sold out di H-9 nya ini adalah, bahwa nanti akan diterbitkan songbook Konser Tanda Mata Glenn Fredly Untuk Ruth Sahanaya, dimana siapapun yang terlibat di konser ini akan diapresiasi di dalamnya, obviously.

Usaha Glenn Fredly dan kawan-kawan menggairahkan kembali musik lintas generasi di Indonesia bisa jadi merupakan salah satu caranya untuk menjadi lebih ‘Indonesia’, seperti kutipan kata-kata Bung Hatta yang sempat disampaikan Pandji Pragiwaksono saat dirinya menguasai panggung konser kemarin, bahwa “Jangan pernah mengaku orang Indonesia jika belum pernah berbuat apapun untuk Indonesia.”. Dan yang dilakukan Glenn dan kawan-kawan itu, seperti yang dikatakan oleh Ruth Sahanaya sebagai sosok yang diberi penghormatan di konser ini, adalah sesuatu yang “...jenius.”.

 

Naskah : Nadia Maya Ardiani, Arina Habaidillah

Foto : Arina Habaidillah