Mengulik Surabaya Utara di PASANG SURUT(Surabaya Utara)

08 November 2016

Apa yang terlintas di pikiran saat ada yang menyebut “Surabaya Utara”? Jauh, keras, panas, rawan? Eeitss, kalo itu yang muncul di pikiran Anda berarti Anda kurang jauh mainnya ehehehe. Panasnya tentu saja masih(namanya juga Surabaya cuy), tapi kalo urusan ke-‘ngeri’-annya gak segitunya juga sih! In fact, Surabaya Utara adalah surganya wisata sejarah di Kota Pahlawan ini, plus surganya kuliner, plus penuh dengan berbagai keragaman budaya yang pastinya seru untuk dieksplor. Dare we say that North Surabaya is a ‘hidden’ gem, isn’t it? Itulah sebabnya kenapa Ayorek! dan C2O Library and Collabtivemengadakan “PASANG SURUT(Surabaya Utara)”, 29-30 Oktober 2016 silam di Balai Pemuda Surabaya—untuk mengajak kita semua melihat kembali dan mengenal lebih jauh salah satu kawasan penting di Surabaya ini.

“PASANG SURUT(Surabaya Utara)” sendiri merupakan pameran work in progress dari peneliti-peneliti muda Surabaya seputar Surabaya Utara. Setelah melalui serangkaian proses seleksi, terpilihlah 5 peneliti yang kemudian hasil penelitiannya dipresentasikan dan bisa kita nikmati di pameran ini. PASANG SURUT sendiri diadakan sebagai bagian dari program Urbanisme Warga, yaitu sebuah program yang diikuti oleh 8 kota besar di Indonesia dan bertujuan untuk mengajak siapa saja untuk tanggap mengenal , meneliti, dan menikmati pengetahuan tentang kota masing-masing. Walau di belahan bumi lain jenis pameran work in progress sudah lumrah dilaksanakan, tapi nyatanya jenis pameran seperti ini memang masih jarang ditemukan di Surabaya(bahkan di Indonesia), karena pameran yang umumnya diselenggarakan di Indonesia adalah pameran hasil akhir. Sementara di PASANG SURUT yang dipamerkan adalah ‘hasil penelitian sejauh ini’, yang masih on the way dikerjakan, tapi bukan berarti masih mentah banget juga. Di sini pengunjung bisa mengamati fakta-fakta seru terkait topik penelitian, dokumentasi, ilustrasi, peta, sampai maket yang menggambarkan objek penelitiannya. Lantas kenapa perlu diadakan pameran kalau karyanya belum jadi seutuhnya? Karena melalui pameran work in progress masyarakat umum bisa mengetahui seperti apa suatu karya(dalam hal ini, riset) dikerjakan, bagaimana proses melakukan penelitian itu, dan tidak menutup kemungkinan publik yang memiliki pemahaman lebih tentang suatu topik untuk ikut aktif memberi tambahan informasi dan berkolaborasi dengan sang peneliti untuk meng-improve risetnya menjadi lebih baik. Semacam dapet kesempatan ngintip behind the scene-nya gitu deh!

Nah menariknya, walau ini judulnya adalah pameran penelitian, tapi ‘penampakan’-nya jauh dari kata ‘membosankan’ lho! Pengunjung diajak untuk ‘mikir’ dengan santai, gak pake mencureng. Misalnya, display penelitiannya Puspitaningtyas Sulistyowati(Arsitek) tentang perubahan fungsi pintu samping di Kampung Arab. Ternyata dulu di rumah-rumah di Kampung Arab perempuan dan laki-laki pintu masuknya beda lho, dan hal tersebut telah mengalami pergeseran sekarang. Untuk melengkapi paparan fakta-fakta yang ditemukan selama proses penelitian, Tyas menyertakan peta denah rumah-rumah di Kampung Arab yang masih mempertahankan keberadaan pintu samping tersebut, beserta hal-hal khas Kampung Arab lainnya dalam bentuk ilustrasi cat air yang cantik. Tyas bahkan menyediakan versi kartu posnya, yang bebas dibawa pulang secara gratis oleh pengunjung.

Lain lagi dengan Muhammad Firman(Penulis dan peminat sejarah) yang membuat database bangunan lama di kawasan Eropa Kota Lama Surabaya, yang ternyata mengalami perubahan seiring perkembangan zaman.  Firman menyertakan foto-foto bangunan yang ada dalam database-nya(beserta sejarahnya),  yang mana ternyata ada begitu banyak bangunan kolonial di Surabaya yang masih cukup utuh dan asli konstruksinya—dan itu bahkan belum semuanya didisplay oleh Firman! Wuihh berarti Surabaya punya buanyak spot keren buat foto-foto bertema jadul dong ya hihihi.

Latar belakang para peneliti yang beragam menjadikan perspektif yang dihadirkan dalam pameran PASANG SURUT ini begitu beragam, tidak hanya dari satu rumpun disiplin ilmu saja. Selain Tyas yang Arsitek dan Firman yang Penulis-Peminat Sejarah, ada pula Artika Farmita(Wartawan) yang mengangkat tema sejarah Kalimas berikut infografis rute dan cerita-cerita menarik  dari para nakhoda kapal, Dyah Wijayanti(Urban Designer) yang mengkaji townscape(seni membaca visual kota) kawasan Eropa Kota Lama Surabaya, dan Muhammad Amri Yahya(Arsitek) dengan topik pemaksimalan ruang untuk kegiatan niaga di Pecinan. Selain itu ada juga teman-teman dari Pertigaan Map dengan peta jalan kaki di 3 kawasan Kota Lama Surabaya(Kampung Arab, Pecinan, Kawasan Eropa).

Tak hanya pameran hasil penelitian, PASANG SURUT juga memiliki rangkaian acara lainnya yang tidak kalah seru. Sebelum pembukaan pameran yang jatuh pada hari Sabtu 29 Oktober 2016, pada hari Jumat 28 Oktober 2016 ada pra-acara berupa jelajah tipografi Kota Lama bersama Jimmy Ofisia(Desainer Grafis, Surabaya). Mengamati tipografi alias ‘huruf-huruf’ yang tersebar di reklame dan beragam  signage  di Kota Lama, kita bisa mengetahui kisaran masa pembuatannya dan teknikapa yang diterapkan pada signage tersebut. Output-nya berupa ‘remake’ plang nama toko yang ada di kawasan Kota Lama oleh para peserta tur jelajah tipografi, yang diterjemahkan ulang menjadi lebih kekinian dalam goresan kaligrafi maupun lettering. Alviant Helmi, seorang Desainer Grafis yang khusus mendalami kaligrafi juga sempat memberikan live demo pembuatan kaligrafi dengan menggunakan pen(semacam spidol khusus) di sore hari tepat sebelum pembukaan pameran. “Kaligrafi dan lettering itu serupa tapi tak sama,” terangnya, “kalau kaligrafi itu menulis indah, sementara lettering adalah menggambar huruf,”. Alviant kemudian mencontohkan cara membuat kaligrafi(yang tidak harus selalu huruf Arab), dan berbagi tips membuat kaligrafi dengan goresan berwarna gradasi dalam sekali tarikan.

Pada hari pertama pembukaan pameran PASANG SURUT , Gedung Merah Putih Balai Pemuda dimeriahkan oleh performa Ludruk Besud dari Cak Lupus serta Silampukau. Ludruk Besud sendiri adalah jenis ludruk yang dibawakan secara monolog(bisa dibilang, stand up comedy asli Suroboyo). Cak Lupus mengangkat topik seputar pelestarian budaya oleh generasi sekarang yang tentunya dibawakan dalam serangkaian punchline yang menyentil dan menggelitik. Dan siapa lagi yang lebih pas untuk ‘menggunting pita’ pembukaan pameran tentang Surabaya, jika bukan musisi yang melantunkan narasi-narasi yang ‘Suroboyo nyel’? Walau agak sedikit aneh menyaksikan Silampukau manggung dibalik rimbunan bunga-bunga yang tampaknya memang sudah menjadi ‘konsekuensi built-in’ dari penggunaan panggung institusi pemerintah, tapi itu tidak mengurangi kenikmatan menyaksikan duo kepodang yang satu ini.

Hari kedua PASANG SURUT diisi dengan diskusi sekaligus presentasi dari kelima peneliti , yang juga dihadiri oleh Rujak Center for Urban Studies(pusat studi kajian perkotaan yang berbasis di Jakarta), Menara(pusat studi dan penelitian mengenai Arab di Surabaya), Pertigaan Map(proyek peta jalan kaki di Kota Lama Surabaya), dan Kwangsan Kunstkring(kolektif seni dan budaya). Tentu saja masyarakat umum juga dipersilahkan untuk ambil bagian dalam diskusi&presentasi ini.

Ke depannya, hasil final penelitian dari ke-5 peneliti PASANG SURUT ini akan diterbitkan dalam bentuk jurnal dalam waktu dekat. Walau hanya digelar selama 2 hari, tapi sedikit banyak PASANG SURUT telah ikut memantik gairah publik untuk mengenal kota lebih dekat, sesederhana mengenali lingkungan rumahnya sendiri. Untuk mengajak masyarakat umum tidak takut meriset, karena ‘riset’ bukan monopoli kalangan akademis saja, tapi justru masyarakat yang begitu dekat dengan fenomena-fenomena keseharian kota inilah yang memiliki posisi unik dalam ‘membaca ulang’ kotanya. Lagipula, apa yang ‘biasa’ bagi kita bukan berarti nggak menarik bagi orang lain kan? Buktinya orang-orang dari luar kota segitu excited-nya foto di depan patung Suro Boyo depan Bonbin, padahal buat kita-kita yang orang lokal ini kan situ itu ‘cuma’ tempat strategis nyegat angkot ;p.

 

Teks : Nadia Maya Ardiani

Foto : Nadia Maya Ardiani, dok. C2O Library and Collabtive